Home Lifestyle Menelaah Berbagai Pelajaran Cinta dari Orang Utan di Tanjung Puting

Menelaah Berbagai Pelajaran Cinta dari Orang Utan di Tanjung Puting

written by Admin March 23, 2019

Barangkali mereka yang pernah sejenak saja mampir ke Tanjung Puting, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, telah mafhum tentang betapa satwa orang utan mencintai habitatnya. Mereka menjadikan, keindahan dan keanekaragaman flora dan fauna di dalamnya sebagai sumber kehidupan. Bahkan menganggap kawasan itu sebagai sarang yang sungguh tak tergantikan dan nyaris tak mungkin ditemukan di tempat lain manapun di bumi ini.

Pantas mereka enggan bermigrasi. Apalagi rimbunnya hutan hujan tropis dengan kehidupan hewan liar di dalamnya jadi daya tarik yang kuat bagi siapa saja yang datang. Pendatang bisa sekaligus belajar tentang betapa alam akan memberikan timbal balik yang arif ketika dicintai.

Maka belajar dari kawanan orang utan tentang itu bisa jadi menjadi cara yang bijak. Terlebih Tanjung Puting kini menawarkan sensasi susur sungai layaknya Amazon di pedalaman Amerika Selatan.

Hal ini tentu saja menambah kuat sekaligus menjadi magnet pariwisata di taman nasional yang juga menjadi lokasi konservasi Orang Utan terbesar di dunia ini.

“Atraksi utama yang ada di Tanjung Puting adalah melihat langsung kehidupan orang utan di alam liar, sambil menyusuri sungai, menikmati asrinya kehidupan di hutan Kalimantan,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kotawaringin Barat, Wahyudi.

Di TN Tanjung Puting, terdapat tiga lokasi feeding (pemberian makan) orang utan yang bisa disambangi wisatawan. Tiga lokasi itu tak lain Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakei. Namun jika wisatawan ingin menikmati sensasi lebih, mereka bisa masuk melalui susur Sungai Buluh.

Jika di tiga lokasi ini wisatawan harus turun ke darat dan trekking menyusuri hutan selama kurang lebih 45 menit untuk melihat langsung satwa orang utan. Tetapi, jika melalui sungai Buluh wisatawan tidak perlu jauh-jauh. Lokasi pemberian makan ada di pinggir sungai. Bahkan dari atas perahu saat menyusuri sungai wisatawan sudah bisa melihat langsung kehidupan liar orang utan.

Lebar sungai yang tidak terlalu besar membuat wisatawan bisa sangat dekat dengan orang utan yang hidup di pepohonan pinggir sungai. Bahkan tidak jarang orang utan akan ‘menyapa’ wisatawan dari sarang alami mereka yang besar di atas pohon.

Terdapat dua jadwal pemberian makan orang utan, yakni pukul 9 pagi dan 3 sore. Menuju lokasi ini wisatawan bisa berangkat dari Pelabuhan Kumai yang merupakan pusat titik keberangkatan wisatawan. Perahu bermesin tempel dengan kapasitas 4 orang akan membawa wisatawan menuju Sungai Buluh.

Lokasinya tidak terlalu jauh, sekitar 40 menit dari Pelabuhan Kumai. Melewati patung orang utan yang berada di bibir sungai Sekonyer. Kemudian belok kiri menuju Sungai Buluh. Di sinilah petualangan dimulai.

Perahu bermesin tempel dengan kecepatan lumayan tinggi akan mengajak wisatawan meliuk mengikuti alur sungai. Sesekali wisatawan bisa melihat buaya muara yang berjemur di pinggir sungai, atau seketika menenggelamkan moncongnya kala perahu pengunjung akan melintas. Ya, sungai-sungai di TN Tanjung Puting juga menjadi habitat alami buaya muara yang panjangnya bisa mencapai 5 meter.

Saat nakhoda kapal mulai memperlambat kecepatannya, itu tandanya wisatawan harus berkonsentrasi.

“Lihat di kanan, di atas,” sesekali nakhoda kapal memberi arahan. Wisatawan harus mempersiapkan gerak mata cepat untuk melihat orang utan di ‘kediamannya’.

“Orang utan yang ada di alam liar bisa saja langsung menjauh jika ia menyadari ada kehadiran manusia. Kalaupun ada kita harus tetap tenang. Biasanya mereka adalah orang utan yang dilepasliarkan kembali setelah menjalani rehabilitasi di pusat konservasi”, kata Efan Ekananda selaku Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, Balai Taman Nasional Tanjung Puting.

Belum cukup, di sepanjang sungai ini juga wisatawan bisa melihat hewan-hewan lainnya seperti bekantan dan berbagai jenis burung nan eksotis. Suara-suara alam membuat perjalanan wisatawan semakin menarik.

Lokasi yang tidak terlalu jauh, membuat susur Sungai Buluh sering menjadi pilihan wisatawan yang ingin menikmati one day trip di Taman Nasional Tanjung Puting. Setelah usai menyusuri Sungai Buluh, wisatawan bisa mampir ke lokasi pemberian makan lainnya, yakni ke camp Tanjung Harapan.

Kepala Dinas Pariwisata Kotawaringin Barat, Wahyudi mengatakan, pemberian makan orang utan di lokasi konservasi menjadi sajian utama pariwisata di Kotawaringin Barat, selain kehidupan liar di taman nasional seluas 4.105 km2 itu.

“Potensi ini juga sudah ditangkap oleh pelaku (pariwisata) dan sudah dikomunikasikan kepada teman-teman tour (travel) dan agen pariwisata, komunitas dan teman-teman pegiat wisata lainnya,” kata dia.

Saat ini dinas pariwisata bersama Taman Nasional Tanjung Puting terus memperkuat sarana dan prasarana yang dibutuhkan wisatawan, terutama di Sungai Buluh. Lokasi ini memang salah satu lokasi yang akan dibuka untuk wisatawan. Atraksi di Sungai Buluh akan lebih ke wisata air, wisatawan melihat hewan-hewan tidak sampai ke dalam atau treking.

Taman nasional Tanjung Puting juga menjadi salah satu tujuan favorit wisatawan mancanegara. Pada 2018 lalu, jumlah wisman yang berkunjung ke TN Tanjung Puting mencapai 18 ribu.

Kepala Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti mengatakan, keunggulan pariwisata Indonesia bertumpu pada wisata budaya, alam dan buatan manusia (man made).

“Potensi wisata alam adalah terbesar kedua sebesar 35 persen, di bawah wisata budaya sebesar 60 persen,” kata Guntur Sakti.

Namun sama dengan daerah lainnya di tanah air, Kotawaringin Barat juga memiliki daya tarik budaya yang besar. Sehingga kekuatan budaya dan alam di Kotawaringin Barat akan saling memperkuat.

“Juga dengan man made seperti kerajinan yang ada di masyarakat,” kata Guntur Sakti.

You may also like

Leave a Comment