Sekarang ini media sosial (medsos) sudah menjadi ‘tools’ penting dalam banyak sektor kehidupan, salah satunya pariwisata. Prinsip social sharing dalam postingan saat berlibur seperti sudah menjadi ‘budaya baru’ di era digital ini. Menpar Arief Yahya menyadari peran penting media sosial untuk inovasi baru dalam mengelola dan memasarkan pariwisata Indonesia. Karena itu, Destinasi Digital menjadi salah satu strategi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk mengejar target 17 juta kunjungan wisman tahun 2018.
Dalam CEO message #41, Menpar Arief Yahya menjelaskan bahwa Destinasi digital adalah sebuah produk pariwisata yang kreatif dan dikemas secara kekinian (zaman now). Keinginan generasi milenial maupun individu yang senang ‘berbagi’ di media sosial menjadi potensi baik untuk meningkatkan pariwisata dunia digital ini. Kalau menurut bahasa anak muda adalah destinasi yang instagramable.
Destinasi Digital mengasah pengelola pariwisata untuk terus berkreasi, berinovasi, mengikuti selera zaman yang makin cepat bergerak. Destinasi digital dikategorikan menjadi 3, yaitu Destinasi Digital Nature yang berbasis alam, Destinasi Digital Culture dengan tema budaya, dan destinasi digital Man-made seperti pasar Pancingan di Lombok dan Pasar Kaki Langit di Yogyakarta.
Kementerian Pariwisata, melalui Biro Komunikasi Publik mengajak Forum Wartawan Pariwisata (Forwapar) merasakan pengalaman salah satu destinasi digital yang ada di Bandung, yaitu Orchid Forest Cikole, Lembang, Bandung pada Rabu kemarin (1/8).
Hutan pinus seluas 12 hektar ini tidak hanya tempat membudidayakan ratusan jenis anggrek, tapi didesain khusus dengan spot-spot foto yang instagramable bernuansa alam. Berbagai fasilitas dan spot khusus untuk berfoto telah disiapkan di sini, seperti Orchid House, Wooden Bridge, flying fox, Rabbit Forest, camping ground, ornamen payung, beanbag dan lampu taman hingga amphitheater dan toilet pun di-design menarik dan instagramable.
Orchid House merupakan tempat pembudidayaan anggrek baik dari Indonesia maupun dari berbagai belahan dunia, di antaranya Peru, Amerika Serikat, Filiphina, dsb. Bahkan beberapa di antaranya merupakan angrek langka. Orchid Forest juga membudidayakan bunga bangkai.
Marketing Executive Orchid Forest, Bagus Maulana menceritakan tempat wisata ini diinisiasi oleh sang pemilik yang mengoleksi anggrek.
“Pada awalnya tanah ini disewa untuk menampung berbagai jenis koleksinya, akhirnya kita buat wisata edukasi,” kata Bagus Maulana.
Selain Orchid House, spot paling menarik salah satunya adalah wooden bridge, yaitu jembatan kayu dengan ketinggian 23 meter yang membentang sepanjang 125 meter. Spot ini menjadi salah satu spot fotogenik yang mengajak wisatawan untuk berfoto dengan latar belakang hutan pinus. Pada malam harinya (Orchid Forest tutup pukul 19.00 WIB) para pengunjung dimanjakan dengan lampu-lampu warna warni di Garden of Light atau tepatnya di bawah wooden bridge.
Banyaknya spot instagramable membuat Orchid Forest Lembang ini menjadi salah satu destinasi digital favorit di Lembang, khususnya bagi para millenials. Orchid Forest didatangi sedikitnya 1000 orang per-hari, bahkan saat libur Idul Fitri mencapai 10.000 wisatawan per-harinya. Sebuah pencapaian tinggi untuk tempat wisata yang baru beroperasional pada akhir 2017 lalu.