Sebagai upaya menyediakan ruang pertemuan dan berekspresi bagi ekosistem teater di Indonesia, TITIMANGSA berkolaborasi dengan PENASTRI (Perkumpulan Nasional Teater Indonesia), menghadirkan Festival Teater Indonesia 2025. Kegiatan ini didukung oleh Ditjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan RI.
Festival Teater Indonesia (FTI) digagas oleh founder Titimangsa Happy Salma dan Direktur Titimangsa Pradetya Novitri. FTI adalah ajang perayaan untuk seni teater dan pertemuan bagi para praktisi, pendukung, juga penonton teater. FTI akan diselenggarakan di empat kota, yaitu Medan, Palu, Mataram, dan Jakarta. Sebanyak 16 kelompok teater dari seluruh penjuru Indonesia akan dipilih melalui panggilan terbuka (open call) yang pendaftarannya dibuka hingga tanggal 19 September 2025.
Sebelumnya, Komite FTI telah bertemu dengan praktisi atau pegiat teater dari berbagai wilayah di Indonesia dalam focus group discussion (FGD) pada 13 – 14 Agustus 2025. Selain sosialisasi program festival, pada kesempatan itu juga didengarkan masukan, kritik, dan aspirasi dari pelaku teater agar rangkaian kegiatan FTI terencana dengan baik dan konsisten pada pelaksanaannya.
“Festival ini bisa menjadi pilihan atau alternatif untuk ekosistem seni pertunjukan yang dilandasi oleh rasa guyub dan kebersamaan. Dan selama hampir berbelas tahun, lembaga budaya Titimangsa sendiri lebih banyak berpusat di kota besar. Dengan FTI, kami ingin membuka ruang untuk mengaitkan satu sama lain yang ada di seluruh penjuru Indonesia, inginnya begitu. Tapi, tentu akan dilakukan secara bertahap karena inginnya ini sesuatu yang bisa konsisten, tidak hanya sekali dua kali, tapi terus-menerus. Nah, karena itu membutuhkan bukan hanya stamina yang panjang, tapi juga kerja keras. Pada akhirnya saya yakin banyak sekali nanti tokoh-tokoh atau kelompok-kelompok yang akan ikut di dalam kendaraan Festival Teater Indonesia ini,” papar Happy Salma, Ketua Dewan Pengawas FTI.
“Di Indonesia hari ini sebetulnya sudah banyak festival teater yang basisnya daerah tertentu atau wilayah tertentu. Sebut saja Festival Drama Bahasa Sunda, Festival Teater Jakarta, dan Festival Teater Sumatera. Para penampil di festival-festival tersebut kebanyakan kelompok teater yang ada di kota masing-masing saja. Melihat fenomena itu, kami bercita-cita untuk membuat sebuah ajang pertemuan kelompok-kelompok teater lintas wilayah, lintas daerah. Gelaran pementasan lintas wilayah ini diharapkan juga jadi ajang pertukaran pengetahuan. Misalkan, kelompok teater yang berbasis di Sumatera bisa pentas di Palu atau di Mataram; yang ada di Kalimantan bisa jadi pentas di Jakarta, dan yang ada di Jakarta bisa jadi pentas di Medan,” ujar Pradetya Novitri, Direktur Festival FTI.
Festival Teater Indonesia mendukung upaya penguatan ekosistem seni budaya oleh Kementerian Kebudayaan RI, khususnya seni pertunjukan dan sastra, serta Manajemen Talenta Nasional Seni Budaya, di mana FTI diharapkan mampu melahirkan talenta-talenta baru di ranah teater tanah air.
Pada edisi tahun perdananya, FTI mengangkat tema Sirkulasi Ilusi yang menyoroti pertemuan antara realitas dan representasi di tengah kehidupan kontemporer. Melalui tema tersebut, FTI berupaya memperluas sirkulasi gagasan, mempertemukan seniman lintas wilayah, serta memperkaya khazanah hubungan antara teks sastra dan panggung pertunjukan.
Seperti kebanyakan produksi teater Titimangsa selama ini, FTI juga akan menggelar pentas-pentas alih wahana atau adaptasi dari karya-karya sastra Indonesia. “Memang teater adalah kendaraan yang paling fleksibel untuk mengalihwahanakan karya-karya sastra yang selama ini menjadi fokus atau prioritas kami (Titimangsa) dalam membuat sebuah kekaryaan. Jadi, ketika menentukan tema FTI, alih wahana karya sastra adalah salah satu pondasi kami dan concern kami,” lanjut Happy Salma menjelaskan.
“FTI 2025 mengundang seniman lintas wilayah dan lintas generasi untuk tidak hanya mencerminkan kehidupan, tetapi membedahnya. Realisme dan adaptasi prosa diposisikan sebagai alat riset artistik dan pembacaan ulang dunia. Tujuannya adalah untuk memperkuat kesadaran kritis penonton dan memperluas kosakata estetika teater Indonesia. Sedangkan visi jangka panjang FTI adalah menjadi katalis lahirnya karya teater Indonesia yang mempertajam eksplorasi realisme, memperkaya adaptasi sastra, dan menempatkan seni pertunjukan dalam percakapan global tentang masa kini,” jelas Sahlan Mujtaba, Direktur Artistik FTI, dosen dan sutradara teater yang juga menjabat Sekretaris Umum Penastri.
Dalam catatan kuratorial FTI, disebutkan “sirkulasi” merujuk pada bagaimana ide, wacana, dan karya seni bergerak atau digerakkan, yakni melintasi ruang, waktu, medium, dan komunitas, sehingga membentuk pengalaman bersama dan pengetahuan baru. Kata “ilusi” ditambahkan sebagai strategi konseptual yang menciptakan lapisan makna untuk menata persepsi kritis atas hubungan antara panggung dan realitas sosial kontemporer.
Panggilan Terbuka FTI sudah dimulai semenjak 25 Agustus 2025. Pengumuman peserta terpilih akan disampaikan secara daring pada 30 September 2025, sedangkan pagelaran festival di 4 kota direncanakan terjadi pada 1 – 16 Desember 2025.
Seniman atau kelompok teater dari seluruh Indonesia dapat mendaftar menjadi penampil di FTI, terutama bagi yang tertarik membuat pertunjukan adaptasi karya sastra Indonesia kontekstual yang telah diterbitkan (novel atau cerpen). Calon penampil FTI tersebut harus memiliki rekam jejak karya pertunjukan teater dalam lima tahun terakhir, dibuktikan dengan dokumentasi foto atau video karyanya. Secara administratif, kelompok teater harus mengisi formulir aplikasi secara lengkap paling lambat 19 September 2025, pukul 23.59 WIB. Informasi selengkapnya dapat diperoleh melalui media sosial Instagram @festivalteater.id.
16 kelompok teater akan terpilih dari panggilan terbuka ini, mendapatkan pendanaan produksi, serta pendampingan dari kurator. Selain itu, 4 kelompok teater lainnya akan dipilih melalui jalur undangan. Kelompok undangan ini akan tampil di kota yang ditentukan dan memainkan naskah adaptasi karya sastra Indonesia yang secara khusus dihasilkan oleh Komite FTI.
“Harapan saya Festival Teater Indonesia bisa menjadi pertemuan yang berdampak positif bagi ekosistem teater Indonesia, bagi seniman teater dan kelompok teaternya, bagi produser, penonton, dan bagian-bagian lain dari ekosistem teater Indonesia. Juga harapannya adalah pertemuan sebagai semangat dari Festival Teater Indonesia ini bisa mendorong kawan-kawan seniman untuk berbagi gagasan, untuk melihat, bertukar pandang, bertukar pikiran tentang bagaimana praktik artistik di wilayah masing-masing dan semoga itu bisa memantik kreativitas yang lebih jauh lagi, yang lebih produktif lagi bagi ekosistem teater tanah air,” ujar Shinta Febriany, anggota Dewan Pengawas FTI yang menjabat sebagai Ketua Umum Penastri.
Pada bulan Desember nanti, FTI akan menampilkan 5 kelompok teater per kota (4 kelompok dari kurasi panggilan terbuka dan 1 kelompok undangan lintas wilayah). Total akan ada 20 pertunjukan teater naskah adaptasi karya sastra Indonesia selama FTI 2025 berlangsung.
“FTI akan jadi proses yang sangat menyenangkan karena melibatkan banyak sekali komunitas dan kelompok-kelompok teater. Kita akan mendengarkan gagasan, pikiran, mungkin berdebat atau saling menyanggah, tapi tetap berangkulan dengan hangat. Saya rasa pada akhirnya nanti FTI menjadi ruang kebersamaan. Inginnya siapa pun yang terlibat punya rasa memiliki karena Festival Teater Indonesia adalah ruang kekeluargaan yang bisa menjadi ruang pertemuan untuk kita terus bertumbuh, ruang berkomunikasi, atau ruang apa pun sebagai alternatif untuk mewujudkan kreativitas kita,” tutur Happy Salma tentang harapannya terhadap Festival Teater Indonesia 2025.