Bagi travelers yang selalu rindu dengan cita rasa pedas kuliner nusantara, sesekali harus mencoba pedasnya Sego Tempong khas Banyuwangi. Meski sekilas tak ada yang tampak istimewa dari kuliner ini, tetapi sebenarnya Anda akan merasakan sensasi ketagihan ‘ditampar’ oleh pedasnya Sego Tempong ini.
Kesederhaan yang terlihat dari Sego Tempong tidak sesungguhnya menggambarkan kelezatan dari rasa pedasnya. Dengan isian yang seolah biasa terdiri dari sego atau nasi putih, dilengkapi dengan potongan tempe, tahu, ikan asin serta dilengkapi lagi dengan lalapan berupa sayuran rebus mulai dari kol, bayam dan juga terong.
Dan yang tak bisa dipungkiri adalah kenikmatan dari rasa sambalnya. Pedasnya cabai rawit, menyatu dengan kesegaran tomat ranti dengan aroma terasi khas Banyuwangi menghadirkan sensasi rasa yang khas dan selalu memikat lidah. Kesemua bahan tadi diulek menjadi satu hingga memunculkan rasa segar dan pedas yang menampar dalam satu olahan.
Hal itu pula tampaknya yang menjadi latar penyebutan Sego Tempong, yakni dalam bahasa Osing, bahasa daerah Banyuwangi, ‘Sego‘ artinya Nasi sedangkan ‘Tempong‘ berarti Tampar.
Saat berkunjung ke Banyuwangi, Anda akan dengan mudah menemukan para penjual Sego Tempong atau Nasi Tempong ini, karena para pedagang sudah mulai berdagang kembali dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Salah satunya adalah Nasi Tempong Mbok Wah yang sangat terkenal, berlokasi di Jalan Gembrung Nomor 220, Glagah, Bakungan, Banyuwangi, Jawa Timur.
Eits, tapi jangan lewatkan menu lainnya seperti udang goreng tepung, juga paru goreng serta nus (cumi) hitam.
Penerapan New Normal pada Industri Kuliner
Dalam satu hari, Towi yang merupakan adik dari Mbok Wah yang melegenda dengan Nasi Tempong Banyuwangi, mengatakan, warung yang dikelolanya ini bisa menghabiskan hingga sebanyak 5kg cabai rawit untuk sambal. Namun sejak pandemi Covid-19, jumlahnya cabai yang diolah tidak sebanyak biasanya karena jumlah pengunjung yang juga menurun drastis.
Namun dengan penanganan yang cukup positif terhadap Covid-19 di Banyuwangi, Towi merasa bersyukur karena sudah mulai kembali membuka kembali usahanya dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dikatakannya juga melakukan pendampingan dan pengawasan dengan ketat.
“Semua karyawan yang masuk dipastikan kesehatannya, dengan cek suhu tubuh dan menggunakan masker dan pelindung wajah. Tempat cuci tangan dan hand sanitizer juga kami siapkan di setiap area rumah makan,” terang Towi.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebelumnya telah membuat timeline tahapan pemulihan untuk sektor pariwisata daerah yang dibagi dalam tiga tahapan. Yakni emergency, recovery, hingga penerapan normal baru. Saat ini Banyuwangi telah memasuki fase pemulihan yang diisi dengan edukasi dan sosialisasi tentang protokol yang akan berlaku di masa ‘new normal’ kepada para stakeholder pariwisata daerah.
Menurut Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, sampai saat ini Pemkab Banyuwangi telah memberikan pendampingan dan sertifikasi kesehatan termasuk restoran dan warung rakyat.
“Dengan sertifikasi ini, kami berharap wisatawan yang datang merasa nyaman dan aman menikmati kuliner di warung rakyat,” jelasnya.
Sebelumnya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Wishnutama Kusubandio mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam menyiapkan protokol kenormalan baru di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan parekraf termasuk masyarakat.
“Banyuwangi bisa menjadi contoh daerah lain dalam kesiapan menjalankan protokol kesehatan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Pesan Presiden harus betul-betul disiapkan sebuah standar yang menjadi kultur kebiasaan baru dan terus disosialisasikan secara masif dan diikuti dengan uji coba serta pengawasan agar betul-betul standar protokol kesehatan dapat dijalankan di lapangan,” ujar Menparekraf.